Friday, June 14, 2013

Sama

Ada masa dimana kita tidak sanggup memikul realita dengan massa yang melebihi harusnya.

Bukankah kita sama? Pernah sama terpelanting bukti kuat dari keras yang harus ada untuk dijalani. Pernah sama meringis dan bersikukuh untuk tidak menangis agar setidaknya terlihat kuat, meski tahu bahwa kita hanya seorang rapuh yang menunggu hancurnya.

Ada masa dimana kita tidak mau tahu lagi dengan massa yang memaksa untuk satu perubahan.

Bukankah kini kita tidak berbeda? Melarikan diri dari lalu yang mengamuk tidak ingin ditinggalkan, terus berlari ke depan dengan rasa takut akan jatuh jika berani menoleh ke belakang. Kadang sedikit berbelok, daripada harus bersimpuh dengan malu yang tinggi hati dan menyebalkan.

Ada masa dimana massa-nya melebihi bobot timbang untuk dibawa bersama tubuh yang merasa renta.

Tidakkah ketakutan akan masa lalu itu menghantuimu sampai sekarang? Bukankah tekadmu adalah untuk membuang jauh kenang dan sayang yang hadir bukan untuk menemani, melainkan menertawai?

Kau tidak bisa?   
                                                                                                                                

Sama. Akupun demikian.

Puja

Aku jatuh cinta pada senyummu.

Lengkung indah pada wajah, yang dengan mudah gambarkan surga kepadaku. Lengkung kecil pada wajah yang yakinkanku, bahwa malaikat dapat menjelma menjadi seorang manusia utuh. Buatku tahu maksud keberadaan hati dibalik kopongnya rusuk.

Aku jatuh cinta pada sosokmu.

Sosok yang ciutkan nyali dan memaksa untukku memuja Tuhan atas hasil karya-Nya. Sosok yang hadir tanpa celahnya. Jiwa ini renggutlah untukmu.

Aku jatuh cinta pada matamu.

Semburat warna kecoklatan yang ikut terpancar saat sinar matahari bercumbu dengan retinamu, mewah. Pun tatap hangat yang dapat mencairkan dingin hati, jadikanku luluh pada setiap pandangmu.

Aku jatuh cinta pada setiap detak jantungmu.

Alunan ritme yang bernyanyi dalam tubuh seorangmu. Satu detak yang hadirkan ribu syukur, dan satu pertanyaan retoris yang kau pun tahu jawabnya.
“Karena masih ada detak yang buatmu hidup untuk menyaksikanku memujamu.”

Aku jatuh cinta pada satu persatu hembus nafasmu.

Terangsang dengan bayang cara dua atom oksigen yang kau hirup, berputar dan kembali keluar sebagai karbon dioksida. Aku ingin rasakan setiap hembusnya.
Hirup aku kedalam hidupmu. Saring benci yang ada padaku dan hembuskan aku sebagai bahagiamu.

Aku jatuh cinta pada aliran darahmu.

Aku jatuh cinta pada setiap keping hemoglobin yang berlarian dalam nadimu. Aku menyayangi setiap kepingnya, mengasihi kehidupan yang mengalir dalam tubuhmu.

Aku jatuh cinta pada utuhmu.

Pada setiap organ yang melengkapi hadirmu, aku ingin memilikinya, utuh.
Tak terkurang satupun, tak terkurang satu helaipun rambutmu, tak terkurang satu kepingpun hemoglobinmu, tak terkurang satupun detak jantungmu, tak terkurang satu hembuspun nafasmu.

Dan demi utuh yang melekat padamu, biarkan aku menjagamu. Dalam setiap bangun dan tidurmu.

Aku mencintaimu.

Bentuk

Satu mata pisau runcing untuk sayatkan gambar cinta tulus pada kulit seindah pualam. Tragedi haru dengan nyanyian terengah mengisi senyap malam. Tidak pernah secerah ini hidup yang dulu kelam.

Genggam tangan memeluk belati sembari mengasah. Berdetak jantung dengan ritme khas resah, pula keringat menetes membuat baju basah. Ada gebu yang seketika berpagut nafsu dalam setiap desah.

Aku terangsang oleh rasa takutmu

Sigapku menyayat sedikit demi sedikit jiwa sebagai bukti cinta. Melahirkan wujud kehidupan baru dengan corak yang tidak dapat disebut perkata.

Setiap goresnya adalah awal mahakarya. Juga mozaik yang terlukis pada kanvas bernama dia. Tumpah sudah kesempurnaan di setiap cabiknya.

Aku, yang kau sebut sang pencipta.


Hanya pada tangan yang tepat, kau akan temukan cipta berisi penuh hasrat. Dengan pesan tersimpan dalam raut bersurat, bentuk cinta ini tidak ada yang lain bisa buat.