Wednesday, January 30, 2013

Linimasa


   Sayang, itu memang jam tangan kesayanganku. Hahaha. Tapi lupakan, karena sekarang aku punya kamu. Dan kamu memang om-om, sayang. Kamu jauh lebih tua dari aku.

   Iya, belakangan aku juga sedang jatuh cinta dengan seseorang yang baru kukenal. Baru saja mengenalnya lewat linimasa. Dan sekilas, tidak ada yang spesial darinya selain tweetnya yang menyenangkan dan menghibur. Tapi ternyata, dia berbeda.

   Kau tau, aku jatuh cinta dengannya. Bukan karena jarak yang buatku semakin obsesi kepadanya. Tapi karena dia bisa menghiburku tanpa sengaja. Dia menghiburku dengan tweetnya yang tidak sengaja terbaca olehku.

   Dan ya, orang itu adalah kau. Orang yang selalu kuawasi dari jauh hanya lewat dunia maya. Orang yang selalu kuharapkan berada disampingku sekarang. Orang yang selalu kuinginkan semenjak awal perkenalan.

   Oh iya, terima kasih sudah menyebut senyumku manis, sayang. Dan senyummu juga. Meskipun tidak manis, tapi selalu buatku terhibur. Karena aku selalu ingin tertawa setiap melihat kau tersenyum. Haha.

Aku selalu mencintaimu dari jauh, Theo!

Monday, January 28, 2013

Seadanya


   Keterlambatan atas suratmu bukan hal yang harus ditakutkan. Setidaknya kau masih membalas suratku, dan aku sudah senang karenanya.

   Tidak perlu membalas surat dengan terburu-buru. Seadanya saja, sayang. Karena aku akan mencoba untuk mengertimu. Meskipun kau berbicara dengan bahasa yang aku tidak mengerti sekalipun, aku akan mencoba untuk memahami.

   Disini juga hujan, sayang. Selalu hujan. Seperti yang kubilang waktu itu, langitnya tau benar perasaanku yang menahan rindu kepadamu. Langitnya mengantarkan rindu dalam bentuk hujan. Dan sepertinya, rinduku sudah sampai padamu.

   Menurutku, hujan sudah mewakilkan semuanya. Aku bahkan sudah mulai kehabisan kata-kata. Sepertinya sampai disini, sayang. Aku tunggu suratmu, tidak usah terburu-buru. Karena bukan waktu yang penting, tapi perasaan yang kau coba ungkapkan lewat kata-kata 

Sunday, January 27, 2013

Sama Dengan


   “Cintanya masih berpendar. Tidak akan bisa pudar. Tidak dengan kenangan buruk yang sempat menghantui sebagai mimpi. Tidak juga dengan nama yang dulu sempat terukir dengan jelasnya di hati.”

Mereka harus tau bahwa aku masih punya sepercik harapan darimu. Mereka harus tau bahwa aku tidak benar-benar gila. Mereka harus tau bahwa yang aku inginkan dari dulu hingga sekarang adalah kau. Bukan orang yang lebih sempurna darimu. Bukan orang yang lebih indah darimu. Karena kau tetap sempurna dengan kekuranganmu. Karena kau tetap berpijar dan menjadi paling terang diantara keindahan lainnya.

Karena kau adalah akar yang menguatkan. Kau adalah seberkas cahaya pada ujung lorong yang gelap. Kau adalah tangan dan suara. Tangan dan suara yang menuntunku. Menuntun dengan perlahan. Perlahan tapi pasti.

Ketika tidak mencintaimu adalah sebuah kebohongan baik diantara semua kejujuran yang sudah diutarakan. Ketika melupakanmu disebut cara terbaik untuk kembali memijak dan melangkah untuk menjauh. Ketika melupakanmu, adalah hal tersulit yang harus dilakukan. Dan ketika membencimu adalah hal yang diharuskan. Boleh aku melanggar dan menginjak garis batas? Berusaha untuk tidak mencintaimu, melupakanmu dan membencimu sama dengan membunuhku.

Mereka mengharapkanku dapat membedakan antara cinta dan obsesi semata. Dimana perbedaannya? Cintaku yang terlalu menggebu buatku obsesi padamu. Matamu yang selalu bersinar, buatku menghina bintang. Pelukmu yang hangat, buatku lupakan matahari. Tatapanmu yang teduh, buatku lupa bahwa rintik hujan mulai membasahi rambut hingga jemari. Kau kiblat untuk hati yang membutuhkan penjaga.

Dimana tawa, jika terpisah adalah kebaikan? Dimana bangga, jika melupakanmu adalah sebuah kewajiban? Dimana senyum bahagia, jika tidak mencintaimu adalah hal terbaik yang harus dilakukan?

   “Ketika merelakan diharuskan sejajar dengan kebahagiaanku, hatiku tetap memelukmu dengan eratnya. Karena yang sudah terikat, tidak sepantasnya dipisahkan. Yang sudah terikat, harus tetap bersama pada akhirnya. Yang sudah terikat, tidak akan pernah bisa merelakan.”


Saturday, January 26, 2013

Surat Kesekian


   Aku rasa ini surat kesekian yang sudah kutulis untukmu, dan aku masih belum bisa menggambarkan perasaanku kepadamu sebenarnya. Kurasa surat ini hanya pengantar. Mengantarkan beberapa kata yang terlalu sulit untuk diucap lewat suara. Surat ini hanya suara yang tidak sampai.

   Dan ya, aku juga tidak peduli dengan valentine selama aku masih memilikimu. Karena kasih sayang tidak hanya dirayakan dalam satu hari. Kasih sayang selalu ada setiap hari. Setiap jamnya, setiap detiknya. Tidak hanya setiap satu hari dalam setahun. Tidak setiap tanggal 14 February.

   Sayang, aku belum tidur sampai sekarang. Aku takut tidur. Aku takut mimpi kamu. Aku takut rinduku makin menggebu jika aku bertemu denganmu meskipun hanya dalam mimpiku. Takut akhir mimpiku tidak seperti yang diinginkan. Karena kehilanganmu dalam mimpi pun terlalu menyeramkan untuk dibayangkan.

   Hari ini aku kehabisan kata-kata. Boleh aku ganti surat ini dengan sedikit ungkapan yang mungkin bisa kau mengerti?

“Kamu adalah akar kuadrat pada cintaku. Buatnya terus berkali lipat, selalu bertambah besar. Tidak pernah berkurang.”

“Kamu sama dengan X. Selalu kucari. Dengan cara apapun, selalu kucari. Dengan rumus, logika, hingga hati.”

“Kamu adalah pukul 12 dari jam ku. Kamu ada tepat di depanku.”

“Kamu adalah bulan, sedangkan aku adalah pungguk. Sayang, pungguk merindukan bulan.”

Thursday, January 24, 2013

Theo


   Dear Theo Nugraha. Hari ini aku mau coba untuk tidak puitis. Tapi rasanya susah ya? Setiap aku sudah mulai mengetik, rasanya kata-kata puitis itu berloncatan keluar seperti lumba-lumba yang kelaparan. Dan karena mencoba untuk tidak puitis itu susah, aku jadi setengah puitis ya. Supaya pencitraannya tetap ada. Hahaha

   Oh iya, sayang. Sebentar lagi sudah February dan Valentine sudah bisa dihitung pakai jari, yah meskipun harus dihitung dengan jari tangan dan jari kaki sih. Kuharap aku sudah ada di rumah, supaya aku bisa merayakan Valentine sama kamu. Tapi kalaupun tidak bisa, setiap hari juga seperti Valentine selama kamu masih ada buat aku.

   Theo, kalau aku gak bisa kesana, kamu bisa kesini? Kita bisa jalan-jalan disini. Kita keliling kota dan jalan-jalan berdua ngelewatin banjir. Aku gak peduli kaki aku gatal-gatal atau kena kutu air. Selama sama kamu, aku rasa kutu air bisa sembuh karena kekuatan cinta. Dan maaf, aku ketawa waktu aku nulis ini.

   Aku bingung harus tulis apa lagi di surat ini. Karena sekarang yang aku rasain cuma rindu ke kamu. Dan rindu itu susah untuk digambarkan pakai kata-kata.

   Selamat hari Kamis, Theo! Nanti malam kita pacaran lewat skype lagi ya. Aku tunggu senyum kamu di layar netbook aku. J

Tuesday, January 22, 2013

Date

Desember 2012

Ucapannya jelas terdengar. Tidak samar. Aku yakin aku tidak salah mendengar.

   “Will you marry me?” Kau mengatakannya dengan serius. Aku tidak tau, tapi kau terus menatapku dan itu membius.

Haruskah kukatakan tidak? Haruskah kujawab nanti saja? Aku takut kau seperti bom waktu yang bisa meledak. Kau bisa meninggalkanku kapan saja.

   “I’m serious with you” Sekali lagi kau memastikan bahwa kau bersungguh-sungguh. Tapi pernahkah kau tau jika wanita yang ingin kau nikahi ini terlalu rapuh?

“Will you take me and all my disease? Will you love me even when I can’t walk, can’t talk, or even have babies?”

   “You don’t need to walk, I’ll walk for you. You don’t need to talk, I’ll try to understand. And we could have baby cats”

“Thank you. I love you.”


January 2013

Tiga ketukan di pintu. Membangunkanku. Sesaat kau membuka pintu, sosok itu meneriakimu. Ia ingin berbicara denganku. Apa yang kau lakukan dibelakangku?

   “Hanya teman yang menyukaiku” Kemudian kau berlalu, meninggalkanku yang termangu. Kau menghampirinya dan membiarkanku sendiri dengan rasa ingin tau.

Kudengar ia marah. Kau coba menenangkannya dengan susah payah. Ada apa? Kenapa?

   Pintu terbuka. Kulihat cahaya menyamarkan wajahmu yang kebingungan. Kesekian kalinya aku bertanya, ada apa? Apa yang kau sembunyikan dariku belakangan?

Akhirnya aku bertemu dengan sosok yang tadi sibuk memaki. Bertanya dimana letak masalah yang terjadi. Sekilas kulihat wajahmu berpikir keras, memikirkan apa yang harus kau katakan nanti.

   Wanita itu menjelaskan dengan seksama. Sepersekian detik aku tidak percaya, tapi itu nyatanya. Ada orang lain didalam hubungan yang seharusnya hanya dua.

Baiklah, kurasa aku lelah. Aku memilih untuk mundur dan membiarkan kalian melanjutkan perbincangan. Aku tidak tau apa yang dibicarakan. Kuharap bukan keburukan.

   Saat akhirnya kau kembali dan hanya diam. Terpampang kebingungan dari wajahmu yang dulu selalu ingin kulihat terakhir sebelum aku menutup mata, dan yang pertama kulihat saat aku membuka mata.

Kita sampai disini.

Kemana sosokmu yang dulu bisa kupercaya? Lenyap begitu saja?
Saat akhirnya kau membaca ini, percayalah bahawa aku masih menyayangimu.
Masih sama seperti dulu, aku tidak akan menggubris ucapan orang lain tentangmu.
Hanya saja, akan sulit untuk kembali mencintai sosok yang pernah menyakiti.
Datanglah lagi saat kau benar-benar ingin bersamaku.
Aku tidak keberatan untuk menunggu.

Rumah


   Selamat hari selasa, sayang. Hari ini aku semakin rindu rumah. Kota dimana kau berpijak sekarang adalah rumahku. Begitupun dengan kau. Kau rumahku, tempatku untuk kembali dan tertawa seperti tidak pernah pergi. Kau tempat dimana aku bisa merasa nyaman tanpa harus berpura-pura. Tidak seperti disini. Di kota ini. Ini bukan rumahku.

   Sayang, tau tidak, kuharap aku tidak pernah pergi meninggalkan rumah. Jika aku tau suatu saat aku akan bertemu denganmu, aku tidak akan pernah pergi. Setedikpun aku tidak sudi melangkah dan menjauh. Karena ternyata, aku masih punya harapan disana. Dan harapan itu adalah kau yang tiba-tiba datang.

   Dan maaf kalau aku terlalu puitis atau berlebihan. Aku tidak pernah bisa menjadi seperti anak lain yang bisa mengucapkannya dengan simple dan blak-blakan. Disini, aku adalah aku. Aku adalah aku yang selalu berharap bahwa diluar sana ada orang yang mengerti bahasaku. Mengerti bagaimana aku berbicara dan mengungkapkan perasaanku dengan sekumpulan kata yang kadang susah dimengerti.

   Sayang, kau tau tidak, aku menantikan tiket pulang! Aku tidak sabar ingin menggenggam kertas kecil bertuliskan nomor pesawat dan kota tujuanku. Aku tidak sabar ingin melihat nama rumahku tertulis di kertas itu.

“Tapi kurasa, aku hanya tidak sabar ingin bertemu denganmu.”

   Tunggu aku disana ya. Sebentar lagi aku pulang dan membawa hati yang memang seharusnya untukmu. Sebentar lagi aku pulang dan bertemu denganmu. Hanya bertemu kamu J
Aku mencintaimu!

Sunday, January 20, 2013

Hari Ini


   Beberapa hari ini hujan. Kurasa langitnya tau kapan harus mengantarkan rinduku kepadamu. Beberapa hari ini langit gelap. Kurasa langitnya benar-benar tau apa yang aku rasakan sekarang ini. Aku menginginkanmu berada disisiku sekarang.

   Sayang, aku tidak bisa menulis banyak untukmu hari ini. Tapi aku hanya ingin kau tau bahwa aku selalu ada untukmu. Aku selalu mengawasimu meskipun kita terpisah oleh lautan yang tidak mungkin dilewati dalam satu hari. Aku selalu menyebut namamu disetiap aku berdoa. Aku selalu membayangkan wajahmu sebelum akhirnya aku mulai tertidur.

    Kau tau, memikirkanmu adalah hal yang sangat menarik untukku. Sangat menarik ketika aku membayangkan seseorang yang kusayang berada disampingku, membuat cerita konyol dan tertawa kencang bersamaku. Menarik. Kuharap akan segera menjadi kenyataan.

   Oh, aku sedang merencanakan sesuatu. Kurasa aku akan kembali ke kota lama. Aku akan kembali ke rumah. Aku akan bertemu denganmu. Bertemu seseorang yang selama ini kunantikan untuk kutemui. Bertemu kau. Yang selama ini selalu menemaniku dari kejauhan.

   Cinta, seperti yang kubilang dari awal, aku tidak bisa menulis banyak untukmu hari ini. Maaf jika aku tidak bisa menuliskan perasaanku sebanyak biasanya. Maaf jika hari ini suratku berantakan. Aku sedang sakit, dan aku membutuhkanmu disini.

“Selamat hari minggu, sayang. Kuharap kau tidak sakit karena cuaca jahat belakangan ini. Aku mencintaimu.”

Saturday, January 19, 2013

Hati


“Ini hati, bukan kaca. Jangan dibanting dari ketinggian. Kalau pecah dan berkeping-keping, akan susah menyatukannya”

   Ini hati, sayang. Bukan plastik daur ulang. Kau tidak bisa mendaur ulang hati yang sudah rusak. Kalaupun kau bisa memperbaikinya, hati itu tidak akan pernah kembali sempurna seperti sedia kala. Dan jangan rusak hati yang sudah penuh dengan lubang dari kelam masa lalu. Karena hati akan bingung darimana harus mulai menutup lubangnya, ketika sudah terlalu banyak lubang yang ada di hati kecil ini.

   Ini hati, bukan video game. Tidak akan pernah bisa kau restart jika sudah mati. Karena setelah mati, hati tidak akan bisa kembali seperti semula. Hati tidak akan bisa bangkit dengan sendirinya. Hati bukan video game yang bisa kau ulang berkali-kali ketika kau salah memilih jalannya.

“Hati sudah mati. Harus diapakan?”

   Sedikit bergetar. Dia kedinginan. Hati tidak dapat menahan rasa dingin yang menusuk dari semua perbuatan dan nyata yang terjadi. Hipotermia. Dia mulai kehilangan rasanya. Hati mulai kehilangan rasa percaya untuk dapat bertahan. Terbaring sekarat dengan air mata yang sudah terlebih dahulu membeku. Sekarang bagaimana hati bisa menunjukkan rasa sakitnya?

   Awalnya masih merah, namun mulai membiru dan menghitam sedikit demi sedikit. Harus diapakan? Bisakah dicat ulang agar hati ini kembali merona? Sepertinya tidak. Karena cat hanya akan menutup kesan sakit pada hati, tapi tidak menghilangkan rasa sakit di dalamnya.

“Tragis”

   Hati yang mencoba untuk bangkit dari keterpurukan, akan lebih terpuruk ketika ia melihat kau ternyata menyakitinya dari belakang. Kau ukir memori pada hati, hanya untuk membuatnya tersiksa ketika kau ternyata akan menghilang. Kau biarkan dia mengenang memori yang sudah terukir rapi, bukan dengan tawa. Tapi dengan air mata yang berlinang.

   Air mata yang mulai mencair, akhirnya tumpah. Membasahi pipi si hati yang lemah. Ia kehilangan. Kehilangan sosok yang selama ini dirasa bisa membuatnya menggapai angan.

“Lelah”

   Berjalan dengan kesakitan. Hati masih mengatakan ‘baik saja’ padahal sebagian tubuhnya mulai lumpuh, karena hati mencoba kuat. Meskipun mulai lunglai, hati tetap berjalan perlahan dengan separuh dari dirinya yang sudah menjadi bangkai. Dia berusaha menyeret satu kaki dengan kaki lainnya untuk bersembunyi. Bersembunyi dari dunia luar, karena hati masih menyayangi sisa tubuhnya yang masih bisa bertahan.

   Masih terlihat cantik. Hati masih terlihat cantik pada sebagian tubuhnya. Dia masih bisa tersenyum dengan separuh bibirnya yang sekarang mencoba bertahan hidup karena dulu terjadi kelalaian. Kelalaian atas rasa percaya yang berlebihan. Kelalaian atas mencintai yang tidak sepantasnya untuk dicintai. Kelalaian atas rasa sayang. Rasa sayang yang kini terlalu besar untuk bisa disingkirkan.

“Hati mulai bernafas dengan sedikit kekuatan yang masih tersisa pada dirinya. Hati mencoba menguatkan dirinya untuk tetap bertahan. Hati memutuskan untuk belajar pada kelalaian.
Hati mulai menutup matanya. Tidak ingin melihat masa lalu yang membuatnya seperti sekarang. Karena baginya, hal buruk yang sudah terjadi bukan untuk dikenang.”

Friday, January 18, 2013

HEY


   Hey, cinta! Kau lucu. Kau tidak puitis. Padahal aku selalu mendambakan seseorang yang romantis dan manis untuk kesebut sebagai kekasih. Tapi tidak dengan kau. Kau berbeda, dan aku menyukainya. Kau unik, dan aku mencintai kau karenanya.

   Mungkin orang memang benar. Tuhan selalu menciptakan makhluknya berbeda-beda agar dapat disatukan. Tuhan juga membuat makhluknya berpasang-pasangan, dan semuanya bisa berawal dari ketidak sengajaan. Seperti kita, misalnya. Bersatu karena hal sepele bernama dunia maya yang tidak pernah bisa nyata. Dan apakah kita nyata, sayang? Aku takut kalau kita hanya sebatas fana. Takut sejadi-jadinya.

   Karena kau disana, dan aku disini. Kau disana bersama teman-temanmu, dan aku disini bersama buku juga rindu. Kau disana berbaur dengan kota yang sama sekali tidak asing bagiku, dan aku disini bergelut dengan kota yang asing dengan sekumpulan orang yang sama sekali bukan tipeku. Kita seperti hidup dalam dunia yang sama, tapi atmosfir yang berbeda. Sekali lagi, karena jarak.

   Kadang aku selalu bertanya-tanya tentang keadaanmu yang berada terlalu jauh dari jangkauanku. Apakah kau baik saja? Apakah kau merindukanku disana? Bisakah kau menahan hatimu untuk tidak jatuh cinta kepada wanita lain disana? Bisakah? Karena aku disini sebisa mungkin untuk tidak jatuh cinta kepada pria lain selain kau. Selain kepada fotomu. Selain kepada tweet lucumu di dunia maya. Selain kepada suaramu saat kita berbincang tengah malam dengan telepon genggam.

   Berapa bulan lagi harus kita jalani sampai kita bisa berpegangan tangan? Berapa minggu lagi harus kita lewati sampai kita bisa tertawa bersama? Berapa hari lagi harus kita nanti sampai kita bisa berjalan berdua? Berapa jam lagi aku harus terus menunggu dengan hati yang sebenarnya sudah tidak kuat untuk menunggu?

   Sayang, aku menginginkanmu. Fotomu tidak hangat saat kupeluk. Tawamu tidak terdengar dari kicauan dunia maya. Sms mu tidak benar-benar membuatku luluh saat memanggilku sayang. Dan suaramu tidak bisa merengkuh tubuhku.

   Aku disini masih menunggu. Tidak sabar untuk bertemu. Tidak sabar untuk memelukmu. Tidak sabar untuk tertawa bersamamu. Aku mencintaimu. Kita tunggu waktu yang tepat, sayang.

Wednesday, January 16, 2013

Kamu


   Hey kamu. Iya kamu. Yang baru-baru ini mengisi beberapa kekosongan di inbox smsku, mentionku, DMku dan bahkan hatiku. Rasanya baru beberapa hari yang lalu kita berkenalan. Dan lihatlah kita sekarang. Kita menjalin ikatan yang dinamakan cinta.

   Kenapa secepat itu? Bukankah cinta butuh waktu? Aku bahkan tidak tau, sayang. Rasanya kau datang tiba-tiba, mendobrak pintu hatiku dan menculik hati yang beberapa hari sedang kesepian. Kau penculik! Menculik hati yang sendiri tanpa permisi. Tapi setidaknya, aku mulai menikmati permainan ini.

   Jarak, sayang. Kita ribuan kilometer  jauhnya. Dan kita disatukan oleh dunia maya. Belum pernah bertatap muka secara langsung, belum pernah berpegangan tangan, tertawa bersama di cafe, jalan berdua. Tidak, kita belum pernah. Dan siapa yang harus kusalahkan ketika kita terpisah oleh lautan yang terlalu luas untuk disebrangi dalam satu hari? Nasib?

   Hey, pernahkah kau terpikir untuk bertemu denganku? Hanya untuk memastikan kalau kita memang pantas untuk berdua. Atau memastikan kalau Tuhan memang menyatukan kita karena ketidak sengajaan yang kau lakukan saat kau memfollowku di twitter. Pernahkah? Karena aku ingin. Aku ingin bertemu denganmu, untuk memastikan kalau kita tidak salah. Seperti yang kau bilang waktu itu. Tidak ada yang salah jika kita mencoba.

   Dan lihatlah. Aku puitis ya? Ingin rasanya aku tertawa jika harus mengingat kepuitisanku ini kutujukan untuk siapa. Aku puitis untuk kau. Orang asing yang baru kutemui, tapi kucintai. Orang asing yang tinggal di kota yang sama sekali tidak asing untukku. Orang asing yang mengenal teman lamaku. Orang asing yang sekarang menjalin hubungan denganku. Dan orang asing yang kupanggil dengan sebutan sayang.

   Waktu terus berjalan, cinta. Suatu saat, waktu akan membawaku untuk bertemu denganmu. Waktu yang tepat akan tiba untukku berkenalan kembali denganmu. Berkenalan secara langsung, berjabat tangan, saling menyebutkan nama, berjalan bersama, sampai akhirnya aku bisa memamerkanmu sebagai sesosok orang yang selama ini kutunggu-tunggu untuk ketemui dan kita akan memamerkan hubungan yang selama ini selalu dipandang rendah oleh orang lain. Iya, hubungan dengan sedikit perbedaan waktu. Hubungan tanpa bertatap wajah. Hubungan tanpa menggenggam tangan. Hubungan tanpa bisa tertawa bersama. Hubungan dengan jarak.

   “Bisakah kita saling menunggu dan berharap untuk bertemu? Aku mencintaimu!”