Monday, January 6, 2014

Sempurna

“Suatu saat, aku akan menerbitkan sebuah buku. Tentang bagaimana aku menemukan sebuah cinta yang sederhana, namun sempurna.”

Ia berandai dalam hati. Duduk di pojok ruangan sebuah kafe pinggiran kota dengan secangkir kopi panas yang menunggu untuk diseruput sedaritadi.

Ia membayangkan betapa dirinya akan menemukan sebuah cinta yang sederhana, namun sempurna. Tentang bagaimana ia tumbuh semakin tua dan renta, di pelukan seorang yang masih ia cinta. Sebuah cinta yang tidak ikut termakan waktu, namun tetap sama, seperti awal bertemu, menjalani, hingga akhirnya sebuah cincin tanda jadi melingkar di jari manisnya, yang akan tetap ada hingga ia mulai mengeriput dan menua.

Di benaknya, ia memotret sebuah foto perjalanan hidup sepasang manusia. Dirinya, dan seorang pria yang jadi satu-satunya.

“Mungkin belum sekarang, tapi nanti. Suatu saat, jari rentaku akan mengetik dengan susah payah, menceritakan tentang bagaimana sebuah cinta bisa tetap ada dan setia dari awal hingga mati.”

Matanya berbinar, memandang asap rokok dan uap panas dari cangkir kopi yang seakan berdansa mengiringi musik tango yang sudah diputar dari awal ia duduk di meja paling belakang, dengan sorotan cahaya senja yang semakin mengoranye. Lucu memikirkan dua jenis asap yang berbeda, dapat menyatu dan bersimfoni lembut dengan alunan lagu yang klise.

Lalu otaknya secara gamblang menyiratkan sebuah pasangan bahagia yang sedang tertawa dan bercanda sembari memandang kerumunan dari pinggir aula tempat pernikahan. Menebar senyum pada setiap orang yang datang dan ikut merayakan penyatuan dua insan.

“Pasti.”

Kembali ia memikirkan tentang sebuah cinta yang disempurnakan oleh ketidak-sempurnaan dua orang manusia.

Dalam hatinya, sebuah cinta tidaklah harus mewah. Cukup sederhana, dengan kekurangan dan kelebihan masingnya yang diterima dengan ikhlas, tanpa harus merubah sikap dan pribadi serta tetek bengek lainnya, yang justru akan menjadikannya sempurna.

Sebuah cinta, tidak harus memberi atau memiliki benda berharga. Karena dapat memiliki satu sama lain, saling mencintai dan menerima yang orang lain tidak dapat cinta dan terima, sudah menjadi hal paling berharga yang bisa dimiliki setiap manusia.

“Selamat hari perayaan yang ke-17, sayang.”

Pipinya memerah, saat pandangnya menangkap sesosok manusia dengan kursi roda yang memangku sebuah kue hari jadi datang menghampiri. Seorang pria yang selalu ia cintai.

Seorang yang tidak pernah pergi, dan menerima serta mencintai setiap hal yang diberi oleh Tuhan kepadanya.

“Hari ini ada anak-anak yang datang dan mengejek lagi. Kata mereka aku seperti bajak laut yang ada di film luar negeri, hanya memiliki satu kaki.”