Saturday, February 15, 2014

Di Sini

Ia sibuk memperhatikan sosok yang duduk di depannya dengan acuh. Tidak menoleh sedikitpun, bahkan dengan suara-suara kendaraan dan lagu yang sedari tadi riuh.

Jadi, bagaimana dengan kita? Kata tanya yang hanya bisa tertahan di ujung lidah mulai buatnya gila. Harusnya sosok itu sadar bahwa ia, yang memperhatikan, sedang menunggu tanggapan dengan suka rela.

Kau cinta atau tidak? Masih tertahan di kerongkongan. Tanyanya hanya akan terlontar jika ia berhadapan dengan kaca. Padahal harusnya tanpa ia berbicara, wajahnya sudah dapat dibaca.

Hai, aku di sini mulai mengharapkanmu. Cukup dalam hati. Tidak perlu diutarakan sekarang, mungkin nanti. Saat waktu yang tepat, pasti.

Jadi bagaimana? Sudah menemukan sosok yang kau cari?”

Kali ini suaranya lantang. Membuka obrolan, daripada hanya diam dan menikmati kedekatan yang rasanya terpisah bentang.

“Belum. Masih mencari, tapi pasti nanti bertemu jika waktunya sudah tepat.”

Bagaimana bisa kau tidak pernah tahu bahwa seorang yang bisa saja tepat sudah berada di depanmu? Aku di sini.


BGM: Rihanna - Stay

Sunday, February 2, 2014

Selamat Ulang Tahun

“Selamat ulang tahun.”

Ia mengutak-atik aplikasi pesan singkat, berkali-kali menulis kemudian menghapus kembali sebuah kalimat yang terangkai hanya dari tiga kata. Sesak, logikanya sedari tadi asik menari bersama benak, mengajak hati untuk berdusta; Kau sudah tidak lagi cinta.

Harusnya tidak usah lagi berpikir tentang mengucapkan hal yang pasti diucapkan semua orang kepadanya setiap setahun sekali. Toh, dia juga tidak perduli.

“Semoga panjang umur.”

Ah, hapus lagi, tidak perlu mendo’akan semoga panjang umur. Ia tahu pasti bahwa dia tidak menginginkan hidup di usia uzur.

Hanya saja ia pernah, pula masih menginginkan untuk hidup bersamanya sampai usia mulai mengatup. Sampai usia mulai memutuskan bahwa ini saatnya hidup mereka ditutup.

“Jadilah lebih baik.”

Sebuah kalimat yang biasa diucapkan, memang. Namun kali ini ia mengucapkannya dengan bersungguh-sungguh, berharap dia bisa menjadi lebih baik untuk dirinya sendiri meski tidak gampang.

Karena menjadi sesosok manusia yang sempurna utuhnya secara harafiah, tidaklah mudah. Cukup berarti ungkapan. Cukup anggapan, sebuah ucapan penggambaran.

“Jaga diri baik-baik.”

Ia sadar diri, memutuskan untuk tidak lagi hadir, walaupun hadirnya tidak pernah sungguh-sungguh dinanti. Memutuskan untuk angkat kaki, karena memang sepantasnya dua insan meninggalkan satu sama lain sebelum benar-benar saling menyakiti.

“Aku cinta. Kamu.”

Ia mencoba menghapus kalimat terakhir sebelum jemarinya refleks menekan tombol yang salah. Terkirim sudah sebuah kalimat janggal dari orang yang ujarnya tidak lagi cinta. Dari orang yang katanya lelah, namun tidak tahu malu mengucapkan rasa seakan hubungannya masih sebuah ‘Kita’.


Maaf.