Ia diam.
Sebuah cincin perak dengan dua mata berlian buatnya bungkam.
Rasa cinta,
tak harus diikat dengan janji suci yang akhirnya akan dia ingkari. Ia tidak
ingin menyimpan dendam saat satu hari mengetahui bahwa ternyata dia sudah pergi
ke sana ke mari.
“Jika pada
satu hari akhirnya aku harus tunduk pada satu orang, maka itu adalah saatnya
aku mengetahui bahwa ia tidak akan pergi dan mengingkari janji yang sebelumnya
ia buat. Ia akan memenuhi semua kewajibannya, tanpa diam-diam membuatku percaya
pada nubuat.”
Ia siap, jika
harus memberikan dirinya hanya untuk satu orang. Ia siap, jika pada akhirnya
harus menumpahkan keringat untuk membangun sebuah kehidupan dengan satu orang.
Tapi ia tidak
siap, jika akhirnya harus diam menahan rasa sakit tanpa luka. Ia tidak siap,
jika akhirnya harus menumpahkan air mata tanpa ada darah yang tumpah.
“Harusnya kau
berkaca pada masa lalumu. Apakah kau
sudah siap meninggalkan semua sifat yang biasa kau lakukan sebelumnya? Siapkah
kau melupakan kebiasaanmu, yang biasa melupakan pasanganmu demi kesenanganmu
sendiri?”
“Jangan bohong
lagi.”