Theo Nugraha.
Fana, tidak nyata. Begitu kesan pertama waktu aku bertemu
dia di linimasa. Kotak sosial yang memuat banyak orang asing itu
mempertemukanku dengannya. Satu banding satu juta.
Tidak ada yang spesial saat awal pertemuan. Hanya tulisan
yang menarik dan mengundang tawa menjadikannya berbeda di deretan manusia
lainnya.
Perlahan tapi pasti, semakin dekat dengannya karena hal
yang menuntut kami untuk saling mengetahui satu sama lain.
Akhirnya tahu, ia menyenangkan. Kau pikir ia orang yang
terbuka, padahal pendiam.
Semakin dekat, kau akan tahu bahwa ia perduli. Bahkan
meskipun ia tidak menunjukkannya.
Semakin dekat lagi, kau akan tahu baik buruknya. Candaan
basi yang menjadi ciri khas, seperti melekat dengan sosok yang ia bawa. Kau
tidak akan menemukan dirimu sendiri diam saat bersamanya. Setidaknya kau akan
tersenyum, atau menguatkan ego untuk tidak tertawa dengan bahasannya.
Saat semuanya terasa semakin dekat, kau akan lebih tahu
lagi. Buruknya hanya sekadar lalu. Tidak mungkin kau bisa membencinya untuk
waktu yang sangat lama.
- - -
Lebih dari sekadar tiga puluh hari perkenalan yang kini
membuatku tahu kurang lebih tentangnya. Pernah ada yang berbeda dalam sebulan
cerita antara aku, dan dia.
Hubungan yang berlalu cepat melalui kotak sosial dan
aplikasi pesan singkat itu sedikit demi sedikit merubah sudut pandang tempatku
melihat. Obrolan pendek tentang hidup, kadang buatku rindu memijak rumah yang
lama kutinggalkan. Tempat yang dulu kubanggakan, meski saat aku jauh sekalipun.
Tempat dimana ia menulis cerita bertemakan dirinya sendiri.
- - -
Theo. Begitu sebut yang melekat pada dirinya.
Seorang stand-up comedian, mantan anak band yang kini
membuat album karyanya sendiri, manusia bodoh penjual donat bakar, mahasiswa
rentan DO, penulis tanggung yang setengah-setengah dalam membuat bukunya,
teman, sahabat, orang idiot, atau apapun kau menyebutnya.
Tapi setelah semua sebutan tadi, bagiku ia hanya orang
bodoh yang mampu mengubah sudut pandang dan rutinitas yang sekarang kujalani.
Atas apapun itu yang pernah terjadi, setelah ratusan kata
yang mampu kurangkai disini, ada dua kata yang harusnya kusampaikan langsung
dengannya, tapi terus kutahan karena gengsi.
“Terima kasih”
Dedicated to @theonugraha for #30HariMenulisSuratPutus and #iHelp
Book scripts 2013 :Status Undone 45%: