Terhenti. Iya,
membeku. Membangun stagnant yang sebenarnya tidak perlu. Hanya menghentikan
langkah untuk sekadar menyapa masa lalu. Memasukkan sedikit kata basi kedalam
obrolan baru. Antara aku dan kamu.
Kau ingat saat
dulu? Saat aku mengecup keningmu untuk menutup malam yang mulai menghiba untuk
ditinggalkan. Saat aku tertawa dengan lelucon tidak lucu, yang justru membuatku
tertawa karena menyenangkan. Saat kau akhirnya bersandar di tubuh lemah seorang
gadis yang kau tidak pernah tau kenapa harus kau temukan.
Ini masa lalu
yang kutumpuk menjadi museum. Masa lalu yang sedikit demi sedikit terukir dalam
kata memuakkan yang kurangkum. Penuh puisi dan bualan tentang cinta. Penuh kenangan
antara kau dan aku, kita.
Rasanya masih
seperti kemarin. Hanya saja tawamu terbawa angin. Menghilang entah kemana,
tidak meminta untuk ditemukan. Apalagi jika kupaksa untuk kutemukan.
Katanya masih
menggema. Katamu masih terdengar. Berima, berputar. Suaramu bahkan tidak pernah
asing ditelinga seorangku. Seorang yang masih mencintaimu dari dulu.
Bosannya kamu
mendengar kata dulu, sama denganku yang berusaha lari dari masa lalu. Kau lelah
denganku yang selalu mencoba untuk mengikuti jejakmu? Akupun lelah, menatap
tapak kepergianmu yang mulai semu.
Kenapa harus ada
pertemuan jika akhirnya harus dipisahkan, sayang?
Bukankah lebih baik untuk tidak saling menemukan daripada harus saling kehilangan?
Masalahnya bukan hanya sosok yang hilang, tapi juga rasa percaya dan keyakinan.
Akan lebih menyeramkan jika rasa cinta ikut hilang bersama hati yang tidak
pulang.
No comments:
Post a Comment