“Ini hati, bukan
kaca. Jangan dibanting dari ketinggian. Kalau pecah dan berkeping-keping, akan
susah menyatukannya”
Ini hati,
sayang. Bukan plastik daur ulang. Kau tidak bisa mendaur ulang hati yang sudah
rusak. Kalaupun kau bisa memperbaikinya, hati itu tidak akan pernah kembali
sempurna seperti sedia kala. Dan jangan rusak hati yang sudah penuh dengan
lubang dari kelam masa lalu. Karena hati akan bingung darimana harus mulai
menutup lubangnya, ketika sudah terlalu banyak lubang yang ada di hati kecil
ini.
Ini hati, bukan video
game. Tidak akan pernah bisa kau restart jika sudah mati. Karena setelah mati,
hati tidak akan bisa kembali seperti semula. Hati tidak akan bisa bangkit
dengan sendirinya. Hati bukan video game yang bisa kau ulang berkali-kali
ketika kau salah memilih jalannya.
“Hati sudah mati. Harus
diapakan?”
Sedikit
bergetar. Dia kedinginan. Hati tidak dapat menahan rasa dingin yang menusuk
dari semua perbuatan dan nyata yang terjadi. Hipotermia. Dia mulai kehilangan rasanya.
Hati mulai kehilangan rasa percaya untuk dapat bertahan. Terbaring sekarat
dengan air mata yang sudah terlebih dahulu membeku. Sekarang bagaimana hati
bisa menunjukkan rasa sakitnya?
Awalnya masih merah, namun mulai membiru
dan menghitam sedikit demi sedikit. Harus diapakan? Bisakah dicat ulang agar
hati ini kembali merona? Sepertinya tidak. Karena cat hanya akan
menutup kesan sakit pada hati, tapi tidak menghilangkan rasa sakit di dalamnya.
“Tragis”
Hati yang mencoba untuk bangkit dari
keterpurukan, akan lebih terpuruk ketika ia melihat kau ternyata menyakitinya
dari belakang. Kau ukir memori pada hati, hanya untuk membuatnya tersiksa
ketika kau ternyata akan menghilang. Kau biarkan dia mengenang memori yang
sudah terukir rapi, bukan dengan tawa. Tapi dengan air mata yang berlinang.
Air mata yang
mulai mencair, akhirnya tumpah. Membasahi pipi si hati yang lemah. Ia
kehilangan. Kehilangan sosok yang selama ini dirasa bisa membuatnya menggapai
angan.
“Lelah”
Berjalan dengan kesakitan. Hati masih mengatakan ‘baik saja’ padahal sebagian tubuhnya mulai
lumpuh, karena hati mencoba kuat. Meskipun mulai lunglai, hati tetap berjalan perlahan
dengan separuh dari dirinya yang sudah menjadi bangkai. Dia berusaha menyeret satu
kaki dengan kaki lainnya untuk bersembunyi. Bersembunyi dari dunia luar, karena
hati masih menyayangi sisa tubuhnya yang masih bisa bertahan.
Masih terlihat
cantik. Hati masih terlihat cantik pada sebagian tubuhnya. Dia masih bisa
tersenyum dengan separuh bibirnya yang sekarang mencoba bertahan hidup karena
dulu terjadi kelalaian. Kelalaian atas rasa percaya yang berlebihan. Kelalaian
atas mencintai yang tidak sepantasnya untuk dicintai. Kelalaian atas rasa
sayang. Rasa sayang yang kini terlalu besar untuk bisa disingkirkan.
“Hati mulai
bernafas dengan sedikit kekuatan yang masih tersisa pada dirinya. Hati mencoba
menguatkan dirinya untuk tetap bertahan. Hati memutuskan untuk belajar pada
kelalaian.
Hati mulai menutup matanya. Tidak ingin melihat masa lalu yang membuatnya seperti sekarang. Karena baginya, hal buruk yang sudah terjadi bukan untuk dikenang.”
Hati mulai menutup matanya. Tidak ingin melihat masa lalu yang membuatnya seperti sekarang. Karena baginya, hal buruk yang sudah terjadi bukan untuk dikenang.”
No comments:
Post a Comment