Ia ingat betapa ia
pernah mencintai bajingan itu
Ia ingat betapa ia pernah mencintai wanita murahan itu
Mereka ingat betapa mereka pernah saling mencintai di atas
sadar dan berdua memperjuangkan sia. Mereka ingat betapa mereka pernah saling
membela dan mengacuhkan pahit yang sungguhnya memang ada. Saling melindungi
disaat satu mulai merasa tertekan oleh rasa.
Ia sadar betapa salah
ia mencintai bajingan itu
Ia sadar betapa salah ia mencintai wanita murahan itu
Mereka sadar betapa salah cinta yang mereka agungkan, yang
adanya buat mereka buta. Mereka sadar betapa menyakitkannya cinta yang dulu
mereka anggap penyembuh luka. Dan luka terbesar yang kini ada, justru akibat
cinta yang mereka sambut dengan tangan terbuka.
Ia tahu, harusnya
dulu tidak bertemu bajingan itu
Ia tahu, harusnya dulu tidak bertemu wanita murahan itu
Mereka tahu bahwa seharusnya mereka tidak saling menemukan.
Mereka tahu bahwa seharusnya mereka tidak saling menyambut dan menarik masing-masing
hanya untuk akhir perpisahan tanpa pelukan. Malah cacian.
Ia menyesal pernah
bertekuk lutut pada bajingan itu
Ia menyesal pernah bertekuk
lutut pada wanita murahan itu
Mereka menyesal atas tindak yang dulu mereka kira sangat
benar. Mereka menyesal, pernah melepas harga diri dan menjadikannya alas untuk
menjembatani jalan menuju masing. Tidak ada yang tahu bahwa akhirnya akan
seperti cerita dalam buku tenar. Kembali, awalnya hanya untuk bersenang lewati
malam bising.
Ia mencoba untuk
melupakan bajingan itu
Ia mencoba untuk melupakan wanita murahan itu
Mereka terus mencoba untuk membuang kenang. Setiap
individunya bertahan menolak memori yang mengamuk dan memaksa untuk kembali
dipeluk sayang. Berdua, kembali membangun tembok besar yang kini berhadapan. Hanya
untuk melindungi diri, hati dan perasaan agar tidak dikontaminasi oleh keadaan.
Ia belari menjauh
dari bajingan itu
Ia diam di tempat, dengan rasa yang semakin jauh dari wanita murahan
itu
Sesekali mereka menoleh kebelakang
Jakarta, April 27th
2013 [Rumah Kucing]